Surabaya (ANTARA News) - Peneliti dari Jurusan Fisika F-MIPA Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Khusnun Ain ST MSi menilai Indonesia sebenarnya sudah siap dengan pengembangan nuklir.

"Masalahnya, kebutuhan listrik cukup mendesak, karena bahan bakar fosil akan segera habis, bahkan harganya kini naik terus," katanya di Surabaya, Sabtu.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi kesiapan Indonesia membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan kaitannya dampak radiasi akibat kebocoran reaktor nuklir di Jepang pasca-tsunami (11/3).

Menurut alumnus Teknik Nuklir (S1) UGM Yogyakarta itu, listrik di Jawa saja kurang, apalagi di luar Jawa. "Listrik itu merupakan komponen penting kalau kita mau menarik investor ke Indonesia," katanya.

Ditanya kesiapan ahli nuklir di Indonesia dan dampak dari reaktor nuklir yang bocor, ia mengatakan ahli-ahli Indonesia sudah sangat siap dan bahkan mereka sudah melakukan beberapa kali riset dengan aman.

"Teknik nuklir di Indonesia memang masih sebatas riset, tapi riset para ahli yang kita miliki di Serpong, Batan Bandung, dan Batan Yogyakarta sendiri aman-aman saja," katanya.

Mengenai bahaya radiasi dari dampak kebocoran reaktor nuklir itu, ia mengatakan bahaya itu ada dimana saja dan bukan hanya nuklir, bahkan pengamanan teknologi nuklir itu memiliki empat lapis.

"Kita hanya riset terus sejak tahun 1970-an, padahal Vietnam sudah punya dan bahkan Malaysia dan Filipina akan segera membangun PLTN, lalu apa yang kita tunggu," katanya.

Ahli fisika lulusan Teknik Fisika (S2) UGM Yogyakarta itu mengatakan masalah mendasar di Indonesia adalah protes dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

"Protes itu sebenarnya tidak didasarkan data yang akurat, melainkan didorong persaingan antarnegara, karena ada negara-negara tertentu yang tidak menghendaki negara lain menguasai teknologi nuklir, lalu mereka memanfaatkan para pegiat/aktivis LSM," katanya.